Lokakarya 2 PPS: Museum Dewantara Kirti Griya dan Gagasan Luhur Sariswara/Metode Sariswara Oleh Ki Hadjar Dewantara

KONTEN MATERI:

1. pendahuluan; 2. Museum Dewantara Kirti Griya; 3. sariswara, metode sariswara, dan Museum Dewantara Kirti Griya; dan 4. simpulan sementara.

OLEH:

Dimas Ario Sumilih



PENDAHULUAN

Lokakarya ke-2 Pamong Pelopor Sariswara (PPS), merupakan lanjutan lokakarya pertama, diselenggarakan oleh Tim Sariswara, Museum Dewantara Kirti Griya dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokakarya kedua masih diikuti oleh 20 orang peserta pada Sabtu, 4 September 2021 mulai pukul 10.00 sampai dengan 12.30 WIB. Kegiatan ini terlaksana dalam jaringan melalui tatap maya menggunakan zoom meeting. Eksplorasi materi kedua, yaitu: "Refleksi Antarruang di Museum Dewantara Kirti Griya" disajikan dan dipandu oleh mentor Sariswara, yaitu: Mbak Ahimsa W. Swadeshi, duta museum DIY untuk Museum Dewantara Kirti Griya, merupakan alumni Sastra Inggris UGM, dan Cak Lis, seorang peneliti metode sariswara dan pendiri laboratorium sariswara.


MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA

Ahimsa W. Swadeshi memaparkan dengan tampilan yang ceria, penuh semangat, mengesankan serta persuasif untuk mengajak peserta secara visual-virtual memasuki ruang-ruang di Museum Dewantara Kirti Griya. Dipaparkan juga fungsi, makna, dan sejarah yang mengisahkan tiap-tiap ruang, termasuk benda-benda, peralatan dan perlengkapan, serta perabot yang terdapat/ditempatkan di ruang-ruang tersebut. Dengan demikian, sajian dan paparan museum tersebut seolah hidup dan membawa kita pada masa lampau. Hanyut pada aktivitas Ki Hadjar Dewantara dan istri tercinta, Nyi Hadjar Dewantara.


Mengenali Museum Dewantara Kirti Griya

Wikipedia (2021) mencatat museum itu sebagai Museum Dewantara Kirti Griya, yang ditulis dalam aksara Jawa   ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦢꦺꦮꦤ꧀ꦠꦫꦏꦶꦂꦠꦶꦒꦿꦶꦪ ꧍ sebagai museum peninggalan tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara yang berupa rumah dan pendapa serta koleksi-koleksi dan peninggalan barang-barang yang pernah dipakai oleh beliau beserta keluarga. Museum tersebut tercatat beralamat di Jalan Tamansiswa 31, Wirogunan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kode Pos 55151.


Alamat museum jika ditulis dalam aksara Jawa sebagai berikut:

꧋ ꦗꦭꦤ꧀ꦠꦩꦤ꧀ꦱꦶꦱ꧀ꦮ ꧈ ꦤꦩꦼꦂ ꧇ ꧓꧑ ꧇ ꧈ ꦮꦶꦫꦒꦸꦤꦤ꧀ ꧈ ꦩꦼꦂꦒꦁꦱꦤ꧀ ꧈ ꦏꦺꦴꦠꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ ꧈ ꦣꦌꦫꦃꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ ꧈ ꦏꦺꦴꦢꦼꦥꦺꦴꦱ꧀ ꧇ ꧕꧕꧑꧕꧑ ꧇ ꧉


Rosiana Haryanti (2020) menyebutkan bahwa museum ini menyimpan jejak perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Arsip pemberitaan Harian Kompas 11 Februari 2001 mencatat museum ini dulunya menjadi kediaman Ki Hadjar yang dibangun di atas pekarangan seluas 2.720 meter persegi. Bangunan berada di sebelah utara Pendopo Tamansiswa   ꦥꦼꦤ꧀ꦢꦥꦠꦩꦤ꧀ꦱꦶꦱ꧀ꦮ ꧍ yang menghadap ke arah barat atau ke Jalan Tamansiswa dan terdiri atas 2 (dua) bagian. Bagian utama, berupa sebuah gedung dengan denah berbentuk persegi panjang. Bagian kedua, berbentuk memanjang ke belakang. Rosiana menyebut ruangan yang ada, yaitu: (1) ruang tamu utama, (2) ruang kerja Ki Hadjar, (3) ruang khusus, (4) ruang tidur utama, (5) ruang tidur anak, (6) ruang keluarga, dan (7) bangunan belakang. Arsitektur bangunan museum ini memiliki karakter berpadunya gaya indis dan gaya lokal (Jawa-Yogyakarta).


Menelusuri Sejarah Museum Dewantara Kirti Griya

Museum tersebut diresmikan sejak 2 Mei 1970, namun kita dapat menelusuri sejarah pendiriannya sejak 1915. Berikut catatan singkatnya, setidaknya saya dapat menyimpulkan dan mengurutkan adanya 5 (lima) peristiwa penting, yaitu:


(1) Peristiwa 1915-1935

Artikel Harian Kompas (6 Januari 2007) melaporkan bahwa permulaan dapat ditelusuri sejak 1915, dan bangunan mulai didirikan pada 1925 dengan gaya Jawa dan tercatat dalam register Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat tertanggal 26 Mei 1926 bernomor angka 1383/I.H (2). Namun demikian, Ki Hadjar baru membeli tanah beserta bangunannya tersebut pada 1934 dari janda penguasa perkebunan Belanda bernama Mas Ajeng Ramsinah. Sementara itu, Wikipedia menyebutkan pada 14 Agustus 1935. Bangunan rumah yang berdiri di atas tanah seluas 5.594 meter persegi itu dibeli dengan harga 3.000 gulden atas nama Ki Hadjar Dewantara, Ki Sudaminto, dan Ki Supratolo, yang dibayarkan oleh Ki Hadjar dengan uang yang berasal dari royalti dan penjualan buku-buku karyanya.


(2) Peristiwa 1951-1957

18 Agustus 1951, pembelian rumah tersebut dihibahkan kepada Yayasan Persatuan Tamansiswa. Kemudian Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2020) menyebutkan adanya peristiwa 3 November 1957, yaitu tepat pada perayaan ulang tahun pernikahan emas Ki Hadjar dengan Nyi Hajar. Pada saat itu beliau menerima persembahan bakti dari para alumni dan pecinta Tamansiswa berupa rumah tinggal di Jalan Kusumanegara 131, yang kemudian disebut sebagai "Padepokan Ki Hadjar Dewantara" ꧌ ꦥꦣꦺꦥꦺꦴꦏꦤ꧀ꦑꦶꦲꦗꦂꦢꦺꦮꦤ꧀ꦠꦫ  


(3) Peristiwa 1958-1969

Terjadi rapat pamong Tamansiswa pada 1958, Ki Hadjar Dewantara mencetuskan gagasan agar rumahnya di kompleks Perguruan Tamansiswa dijadikan sebagai museum. Gagasan ini bersamaan waktu dengan telah dirumuskannya sebuah konsep kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara yang berbunyi:

Kemajuan suatu kebudayaan adalah merupakan suatu kelanjutan langkah dari kebudayaan itu sendiri (kontinuitas), menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi), dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan se-dunia (konsentrisitas). Konsep ini kemudian dikenal sebagai "trikon." 


26 April 1959, Ki Hadjar Dewantara wafat dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Kemudian setelah beliau wafat, sejak 1960, Tamansiswa berupaya mewujudkan gagasan almarhum. Pada 1963, dibentuklah Panitia Pendiri Museum Tamansiswa, yang terdiri atas:

  1. Keluarga Ki Hadjar Dewantara.
  2. Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
  3. Sejarawan.
  4. Keluarga Besar Tamansiswa.
Sampai pertengahan 1969, rancangan adanya museum belum terwujud. Kendati pun demikian, sudah dinyatakan sebagai "Dewantara Memorial."

(4) Peristiwa 1969-1970

Proses menjadi museum, dicatat pada 11 Oktober 1969, Ki Nayono menerima surat pribadi dari Nyi Hadjar Dewantara yang berisi permintaan agar rumah itu segera dijadikan sebagai museum. Ki Nayono bergegas meminta perhatian kepada Majelis Luhur agar petilasan tempat tingal Ki Hadjar yang sudah dinyatakan sebagai "Dewantara Memorial," segera dijadikan sebagai museum. 


Harian Kompas (30 Oktober 1983) menyajikan laporan bahwa museum ini selanjutnya berhasil dibuka dan diresmikan oleh Nyi Hadjar Dewantara tepat pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 1970. Demikian pun Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2020) menambahkan informasi, museum tersebut kemudian diberi nama "Dewantara Kirti Griya." Nama ini diberikan oleh Hadiwidjono, seorang ahli bahasa Jawa, yang berarti rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara.


Peresmian museum pun ditandai dengan sengkalan berbunyi, "Miyat ngaluhur trusing budi,"   ꧌ ꦩꦶꦪꦠ꧀ꦔꦭꦸꦲꦸꦂꦠꦿꦸꦱ꧀ꦲꦶꦁꦧꦸꦣꦶ ꧍ yang menandakan angka 1902 Saka atau bertepatan dengan 1970 (2 Mei 1970). Sengkalan ini mengandung makna: 

Para pengunjung diharapkan dapat mempelajari, memahami, dan kemudian mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya ke dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.


(5) Peristiwa 2015

Saat ini, sejak 2015, museum ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 243/M/2015.


Menyisiri Koleksi Museum Dewantara Kirti Griya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2020) menyebutkan benda-benda peninggalan Ki Hadjar Dewantara semasa hidupnya yang saat ini telah menjadi koleksi berharga bernilai tinggi menjadi sumber belajar dan pembelajaran bagi generasi penerus bangsa, antara lain dikelompokkan ke dalam golongan-golongan, yaitu:


(1) Surat-Surat Ki Hadjar Dewantara

Surat-surat yang dimaksud adalah surat penting saksi perjuangan Ki Hadjar Dewantara, antara lain: 

(a) Surat penangkapan "tiga serangkai" (Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Raden Mas Suwardi Suryaningrat/Ki Hadjar), pada 1931.

(b) Surat penangkapan Raden Mas Suwardi Suryaningrat di Semarang, pada 1920, dan Wilde School Ordonantie 1932. 


Selain ke dua surat tersebut, terdapat sebanyak 879 pucuk surat lainnya yang menjadi koleksi museum.


(2) Perlengkapan dan Perabot Kerumahtanggaan

Perlengkapan ini juga disajikan dalam pemaparan oleh Mbak Ahimsa W. Swadeshi, para peserta lokakarya diajak secara visual-virtual untuk menyaksikan tempat tidur, meja tulis, meja dan kursi tamu, demikian pun alat pesawat telepon (buatan Kellog 1927 Swedia), lemari buku, radio, dan lemari pakaian.


(3) Koleksi Foto dan Film

Disimpan sebagai koleksi di dalam Museum Dewantara Kirti Griya, berupa foto-foto dan film. Di antaranya satu film berjudul "Ki Hadjar Dewantara, Pahlawan Nasional," yang diproduksi oleh Perum PFN, 1960.


(4) Koleksi Buku-Buku

Terdapat 2.341 judul buku yang menjadi koleksi Museum Dewantara Kirti Griya. Buku-buku itu bertema ketamansiswaan, politik, kebudayaan, dan pendidikan. Selain itu disebutkan bahwa di dalam perpustakaan museum juga mengoleksi buku-buku bertema sastra daerah Jawa (sebanyak 3.560 judul), Melayu (sebanyak 432 judul), dan Bahasa Belanda (sebanyak 3.789 judul).


Refleksi Museum Dewantara Kirti Griya

Diulas dan dikaji oleh Ahimsa W. Swadeshi, bahwa Museum Dewantara Kirti Griya sebenarnya tidak jauh berbeda seperti rumah tempat tinggal biasa, namun yang menjadi perhatian kita, bahwa di rumah tersebut memiliki cerita dan bermakna serta mempunyai nilai. Setidaknya saya bisa menangkap nilai-nilai kesejarahan, kepahlawanan, ketokohan, patriotisme dan nasionalisme, serta perjuangan Ki Hadjar Dewantara yang memperjuangkan bangsa kita melalui kesadaran akan pendidikan, kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban bangsa. 


Karena itulah, Museum Dewantara Kirti Griya merupakan suatu saksi bisu perjuangan hebat tokoh besar kita, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (Raden Mas Suwardi Suryaningrat).


SARISWARA, METODE SARISWARA, DAN MUSEUM DEWANTARA KIRTI GRIYA

Dengan demikian, saya pahami bahwa sariswara dan metode sariswara, tidak dapat terlepas atau terpisahkan dengan keberadaan Museum Dewantara Kirti Griya. Karena gagasan tentang itu merupakan buah pikir dan buah budi gagasan Ki Hadjar Dewantara yang hidup dan berjuang bersama istri tercintanya, Nyi Hadjar Dewantara, di sebuah rumah yang ditinggalinya yang kemudian menjadi museum ini.


Gagasan-gagasan lahir dari proses kehidupan Ki Hadjar Dewantara beserta istri di rumahnya tersebut. Karena itu, sariswara dan metode sariswara tidak boleh terpisahkan dengan museum. Cak Lis menerangkan bahwa sariswara harus dibedakan dengan metode sariswara. Menurutnya, jika sariswara itu adalah notasi lagu, tetapi metode sariswara adalah metode pendidikan karakter.


Ki Hadjar Dewantara memiliki gagasan sederhana, yaitu permainan anak, bernyanyi, menari, kesenian-kesenian yang membahagiakan dan menggembirakan itu merupakan metode pendidikan karakter yang memiliki makna mendalam. Cak Lis menyontohkan permainan "sepuran" atau kereta api. Permainannya, anak-anak berbaris memanjang ke belakang, setiap anak memegang bahu teman di depannya secara berantai dari paling belakang sampai paling depan. Anak yang paling depan berfungsi sebagai lokomotif. Ternyata permainan ini memiliki karakter dan mampu menumbuhkan jiwa-jiwa kepemimpinan yang penting dalam kehidupan yang kelak bermanfaat bagi anak-anak, seperti nilai kepatuhan, nilai bekerja sama serta gotong royong, nilai kepemimpinan yang peduli dengan pengikutnya, dan sebagainya.


Cak Lis meyakini, bahwa setiap manusia memiliki jiwa seni, hanya bagaimana setiap insan ini mengasah jiwa kesenian masing-masing. Ki Hadjar mengajarkan kebahagiaan dalam proses pendidikan. Bersekolah adalah rekreasi, semai dan tumbuh kreativitas di dalam proses pendidikan, karenanya masuk pintu gerbang, siswa dan guru sudah mulai nembang (bersenandung/bernyanyi), berbaris dengan tertib pun sambil bernyanyi, menyampaikan pengantar materi juga sambil bernyanyi, bahkan dalam kondisi lelah pun beristirahat sambil bernyanyi.


Karena itu pula guru harus berkreasi terlebih dahulu. Menumbuhkan jiwa seni untuk bisa mengaktifkan kreativitas. Guru harus menciptakan pemantik bagi anak didiknya, sehingga mendorong memunculkan cara belajar yang mengesankan. Oleh sebab itu, setiap guru harusnya memiliki karya, dengan karyanya itu, guru dapat mendorong peserta didik membuat atau menghasilkan karya mereka sendiri. Dengan demikian, karya guru sebagai pemantik.


SIMPULAN SEMENTARA

Museum Dewantara Kirti Griya memiliki nilai kesejarahan, perjuangan, ketokohan, dan prestasi Ki Hadjar Dewantara. Museum ini menjadi media belajar dan pembelajaran bagi generasi penerus untuk mengenal museum, mengetahui dan menghayati sejarah, serta memahami dan selanjutnya bersikap untuk meneruskan gagasan-gagasan luhur Ki Hadjar Dewantara yang berharga bagi pendidikan, kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban bangsa Indonesia.


Sariswara dan metode sariswara merupakan gagasan inti Ki Hadjar Dewantara untuk membangun karakter generasi penerus. Sariswara dan metode sariswara tidak boleh terlepas dari Museum Dewantara Kirti Griya, di mana di dalam museum itu sejarah kehidupan penggagas metode tersebut diperjuangkan. Pikiran-pikiran luhur lahir di dalam rumah tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara bersama istri tercintanya yang kini melekat pada Museum Dewantara Kirti Griya. 


Harapannya, kita sebagai generasi penerus perjuangan pendidikan, kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban bangsa, tidak putus dengan gagasan-gagasan leluhur bangsa kita yang jauh memiliki visi dengan jangkauan ke depan untuk kemajuan negeri, kebangkitan bangsa, dan kejayaan Nusantara.//


REFERENSI

  • Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2020. "Museum Dewantara Kirti Griya," dalam kebudayaan.kemdikbud.go.id diakses di https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/museum-dewantara-kirti-griya-3/ (06 September 2021). 
  • Rosiana Haryanti. 2020. "Museum Dewantara Kirti Griya, Jejak Perjuangan Ki Hadjar Dewantara," dalam properti.kompas.com (Editor: Hilda B. Alexander) diakses di https://properti.kompas.com/read/2020/05/02/210000521/museum-dewantara-kirti-griya-jejak-perjuangan-ki-hadjar-dewantara?page=all (06 September 2021).
  • Wikipedia. 2021. "Museum Dewantara Kirti Griya," dalam id.wikipedia.org diakses di https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Dewantara_Kirti_Griya (06 September 2021).



das.06092021






1 Komentar

  1. Lengkap sekali pemaparannya pak..
    Dari membaca paparan ini kita bisa tahu sejarah Sariswara dan Museum Ki Hadjar...

    BalasHapus